0
Petisi "Jokowi, Sri Sultan HB X, Suswono: Stop Dan Ilegalkan Perdagangan Daging Anjing Untuk Konsumsi di Indonesia
Posted by Unknown
on
12:00 AM
Petisi oleh
AFJ, JAAN, GSI
Perdagangan anjing untuk konsumsi di berbagai kota besar di Indonesia seperti Yogyakarta, Solo, Jakarta, Bandung, Bali, Medan dan Manado serta berbagai kota lain di Jawa Tengah makin marak!
Walaupun perdagangan daging anjing di Indonesia tidak berada pada skala yang sama dengan Korea misalnya, kita tidak boleh menganggap remeh jumlah anjing yang dibunuh tiap minggu untuk dikonsumsi. Di Yogyakarta saja diperkirakan 360 ekor anjing dibunuh tiap minggunya. Di Manado dan Sumatra, di mana daging anjing dianggap sebagai makanan yang lezat, kita harus mengalikan jumlah tersebut dengan paling sedikit 5 kali (1800 per minggu dalam satu area tempat daging anjing merupakan makanan yang lezat sehingga totalnya menjadi 3600). Kemudian kota besar seperti Jakarta jelas memiliki jumlah yang lebih besar dari Yogyakarta dan paling sedikit dua kali lipat jumlah yang di Yogya yang berarti kira-kira 720 anjing per minggu. Jadi, jika dijumlahkan semua, didapat angka 4680 anjing per minggu, 18.720 per bulan dan 224.640 per tahun.....Dan jangan lupa estimasi tersebut hanya di 4 daerah saja di Indonesia !!!
Dari perjalanan riset/investigasi yang telah dilakukan di beberapa tempat bisnis daging anjing khususnya di wilayah DIY, Solo, Jakarta, Bandung, serta kota-kota lain seperti Medan, Manado dan Bali, maupun wawancara dengan masyarakat, ditemukan fakta-fakta mencengangkan mengenai perdagangan anjing untuk konsumsi tersebut, di antaranya:
1. Transportasi ilegal puluhan anjing-anjing untuk dikonsumsi dari Pangandaran, Jawa Barat yang belum bebas rabies, masuk ke wilayah bebas rabies seperti DIY dan Solo secara berkala yang lepas sama sekali dari pengawasan Dinas Peternakan maupun instansi terkait lainnya.
2. Cara anjing-anjing itu ditangkap, dicuri, diangkut, disekap, dibantai dengan kejam dengan tidak adanya standar higiene dan tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam UU No. 18 tahun 2009 Bab VI Bagian Kedua tentang Kesejahteraan Hewan.
3. Keresahan masyarakat akibat banyaknya kasus pencurian anjing di wilayah mereka, yang diduga kuat maupun terbukti berdasarkan kesaksian warga, dilakukan oleh oknum-oknum pelaku bisnis daging anjing untuk konsumsi.
4. Ketidaknyamanan yang dialami masyarakat di sekitar rumah-rumah jagal karena mendengar raungan menyayat hati dari anjing-anjing yang akan dibantai maupun keprihatinan mendalam karena mengetahui kekejian yang dialami anjing-anjing tersebut.
5. Ancaman serius terhadap kesehatan lingkungan di sekitar peternakan-peternakan anjing untuk dikonsumsi yang tidak beraturan dan tidak memperhatikan langkah-langkah untuk pengendalian penyakit, penyediaan pakan hewan yang memadai, pembuangan limbah dll. Tempat-tempat semacam itu memberikan kondisi yang optimal bagi mikroba untuk berkembang-biak: anjing-anjing yang secara biologis lemah dan rentan akan mudah terkena infeksi mikroba, terutama apabila mereka juga berada di dalam keadaan sosial yang tidak teratur dan hidup dalam kondisi yang tidak higienis dengan berdekatan.
Perdagangan daging anjing untuk konsumsi adalah bukan hal yang wajar, karena menurut ketentuan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office Internationale des Epizooties, OIE) dan Codex Alimentarius Commission (CAC), anjing tidak termasuk hewan potong untuk dikonsumsi manusia. Anjing termasuk kategori hewan kesayangan atau pet animal. Apabila daging anjing dikonsumsi oleh manusia, menurut OIE dan CAC dianggap melanggar prinsip kesejahteraan hewan atau animal welfare.
Kami, Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Garda Satwa Indonesia (GSI), Animal Friends Jogja (AFJ) bersama masyarakat peduli satwa mengutuk aktivitas bisnis ini bukan tanpa alasan. Inilah yang terjadi pada anjing-anjing yang akan dikonsumsi tersebut yang kami kutip dari tulisan kesaksian salah satu warga peduli satwa tentang kekejian di balik aktivitas bisnis daging anjing untuk konsumsi:
“Sejak berangkat tubuh mereka disekap dalam karung dan moncongnya dibebat erat rafia. Sebetulnya inilah akhir langkah mereka sebagai mahluk hidup. Karena mereka tidak akan pernah lagi mencecap makanan, sekalipun rempahan kerupuk, dan hanya minum dari guyuran air sungai atau tetesan hujan atas kebaikan sopir truk dan awaknya yang tidak akan membiarkannya menjadi bangkai di tengah perjalanan panjang. Mereka baru akan lepas dari bagor dan rafianya setelah melepas nyawa.
Tiba di tujuan mereka diturunkan dari truk dengan digajuli atau dilempar satu per satu seperti karungan sampah. Sebuah kamar pengap menyekap mereka. Tak ada makanan, tak ada air. Mereka hanya saling menatap dan mendengarkan tangis. Tangis diri mereka sendiri-sendiri. Karena suara yang tertahan di kerongkongan hanya akan terjun ke dalam, ke batin.
Mereka menangis sebab divonis tak berguna. Mereka akan memberikan lebih dari yang sudah pernah dilakukannya untuk manusia jika dianugerahi kesempatan. Tapi orang-orang di sekeliling mereka mengharap kalkulasi yang eksak: bathi, keuntungan. Itu sebabnya tak ada secuilpun makanan untuk mereka, karena akan mencuil laba.
Seusai order para pedagang, penjagal akan mengeluarkan kelompok demi kelompok. Dan satu demi satu dihajar pukulan batang kayu tepat di kepala. Di hadapan teman-temannya yang menunggu hitungan. Entah mati entah pingsan, penjagal dengan dingin memutuskan leher dan semangat hidupnya.
Ayam, kambing, dan sapi lebih beruntung karena Dinas Peternakan selalu memantau dan menjaga kondisinya sebelum diserahkannya tubuhnya untuk kebutuhan manusia. Sebagian orang yang bekerja untuk kebutuhan itupun masih mengucap syukur saat melakukan tugasnya. Bahkan ada yang mengelus punggungnya dan menepuk-nepuk kepalanya sebagai ungkapan terimakasih. Anjing-anjing ini dilibas dengan keji seolah mereka bukan ciptaan Tuhan.”
Metode memasok anjing untuk dagingnya bervariasi di negara-negara yang berbeda dan di antara propinsi. Namun, di seluruh Asia, anjing untuk diambil dagingnya biasanya diperoleh dari jalanan (dicuri/hewan peliharaan yang tidak lagi diinginkan atau terlantar dan tidak ada pemiliknya) atau dipasok dari peternakan anjing berskaal besar seperti yang ada di Bandung.
Di sebagian besar negara di Asia termasuk Indonesia, rabies bersifat endemik di kalangan populasi anjing dan anjing yang dikumpulkan dari jalanan yang tidak diketahui penyakit dan status vaksinasinya. Meskipun demikian, tidak dilakukan pemeriksaan, jadi anjing yang terkena rabies tak terelakkan diambil bersama dengan yang lain dan dibunuh untuk dagingnya. Riset menunjukkan bahwa memasok, menernakkan, mengangkut, memotong, dan mengonsumsi anjing-anjing dalam skala besar memungkinkan pemencaran yang cepat dan luasnya kisaran rabies dan penyakit-penyakit lainnya, seperti kolera dan trikinelosis.
Pada tahun 2008, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti perdagangan anjing untuk konsumsi manusia sebagai faktor kontributif terhadap penyebaran rabies di Indonesia, karena perdagangan tersebut mendorong hewan ini dari berbagai sumber untuk diangkut antar pulau. Pengangkutan jarak jauh dan dalam jumlah besar dari anjing-anjing ini yang dibunuh untuk daging mereka juga dikaitkan dengan berjangkitnya rabies di Tiongkok (China) dan Vietnam. Risiko besar lainnya adalah penyebaran penyakit-penyakit lain mengingat anjing-anjing itu berada dalam kondisi yang parah, menempuh perjalanan dalam keadaan yang mengerikan dan membawa penyakit seperti parvo atau distemper yang disebabkan oleh keadaan yang memprihatinkan yang dialami oleh anjing-anjing itu.
Mengetahui fakta kekejaman yang terjadi di dalam praktik-praktik dalam perdagangan daging anjing untuk konsumsi dan isu-isu kesehatan yang menyertainya, JAAN-GSI-AFJ sebagai organisasi pemerhati satwa sekaligus warga negara Indonesia memohon kepada Gubernur DKI Jakarta, Gubernur DIY dan Menteri Pertanian Republik Indonesia sebagai para pemangku kebijakan dan pengambil keputusan di suatu negara yang berdaulat untuk menghentikan dan mengilegalkan perdagangan daging anjing untuk konsumsi di Indonesia.
Mencintai satwa dan memperlakukan mereka dengan manusiawi merupakan tirakat tersendiri bagi masyarakat Indonesia sebagai salah satu penjaga ketenteraman hidup. Indonesia akan menjadi lebih sejuk dan terberkati dengan kasih yang diberikan pada satwa.
The greatness of a nation and its moral progress can be judged by the way its animals are treated.
(Mahatma Gandhi)
Untuk: Jokowi, Sri Sultan HB X, Suswono Sri Sultan HB X Suswono Stop dan Ilegalkan Perdagangan Daging Anjing untuk Konsumsi di Indonesia
Salam, [Nama Anda]
Saya pernah ingat teman dekat saya dulu pernah ngomong gini, "Dari kecil kau rawat, kasi makan, sayang2, trus waktu mau kau potong, kau panggil dan anjing itu datang dengan ekor goyang2. Masi tegakah kau memotongnya??" AYO Stop dan Ilegalkan Perdagangan Daging Anjing untuk Konsumsi di Indonesia.
Sumber : change.org
Semoga bermanfaat.
Salam.
IT.
AFJ, JAAN, GSI
Perdagangan anjing untuk konsumsi di berbagai kota besar di Indonesia seperti Yogyakarta, Solo, Jakarta, Bandung, Bali, Medan dan Manado serta berbagai kota lain di Jawa Tengah makin marak!
Walaupun perdagangan daging anjing di Indonesia tidak berada pada skala yang sama dengan Korea misalnya, kita tidak boleh menganggap remeh jumlah anjing yang dibunuh tiap minggu untuk dikonsumsi. Di Yogyakarta saja diperkirakan 360 ekor anjing dibunuh tiap minggunya. Di Manado dan Sumatra, di mana daging anjing dianggap sebagai makanan yang lezat, kita harus mengalikan jumlah tersebut dengan paling sedikit 5 kali (1800 per minggu dalam satu area tempat daging anjing merupakan makanan yang lezat sehingga totalnya menjadi 3600). Kemudian kota besar seperti Jakarta jelas memiliki jumlah yang lebih besar dari Yogyakarta dan paling sedikit dua kali lipat jumlah yang di Yogya yang berarti kira-kira 720 anjing per minggu. Jadi, jika dijumlahkan semua, didapat angka 4680 anjing per minggu, 18.720 per bulan dan 224.640 per tahun.....Dan jangan lupa estimasi tersebut hanya di 4 daerah saja di Indonesia !!!
Dari perjalanan riset/investigasi yang telah dilakukan di beberapa tempat bisnis daging anjing khususnya di wilayah DIY, Solo, Jakarta, Bandung, serta kota-kota lain seperti Medan, Manado dan Bali, maupun wawancara dengan masyarakat, ditemukan fakta-fakta mencengangkan mengenai perdagangan anjing untuk konsumsi tersebut, di antaranya:
1. Transportasi ilegal puluhan anjing-anjing untuk dikonsumsi dari Pangandaran, Jawa Barat yang belum bebas rabies, masuk ke wilayah bebas rabies seperti DIY dan Solo secara berkala yang lepas sama sekali dari pengawasan Dinas Peternakan maupun instansi terkait lainnya.
2. Cara anjing-anjing itu ditangkap, dicuri, diangkut, disekap, dibantai dengan kejam dengan tidak adanya standar higiene dan tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam UU No. 18 tahun 2009 Bab VI Bagian Kedua tentang Kesejahteraan Hewan.
3. Keresahan masyarakat akibat banyaknya kasus pencurian anjing di wilayah mereka, yang diduga kuat maupun terbukti berdasarkan kesaksian warga, dilakukan oleh oknum-oknum pelaku bisnis daging anjing untuk konsumsi.
4. Ketidaknyamanan yang dialami masyarakat di sekitar rumah-rumah jagal karena mendengar raungan menyayat hati dari anjing-anjing yang akan dibantai maupun keprihatinan mendalam karena mengetahui kekejian yang dialami anjing-anjing tersebut.
5. Ancaman serius terhadap kesehatan lingkungan di sekitar peternakan-peternakan anjing untuk dikonsumsi yang tidak beraturan dan tidak memperhatikan langkah-langkah untuk pengendalian penyakit, penyediaan pakan hewan yang memadai, pembuangan limbah dll. Tempat-tempat semacam itu memberikan kondisi yang optimal bagi mikroba untuk berkembang-biak: anjing-anjing yang secara biologis lemah dan rentan akan mudah terkena infeksi mikroba, terutama apabila mereka juga berada di dalam keadaan sosial yang tidak teratur dan hidup dalam kondisi yang tidak higienis dengan berdekatan.
Perdagangan daging anjing untuk konsumsi adalah bukan hal yang wajar, karena menurut ketentuan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office Internationale des Epizooties, OIE) dan Codex Alimentarius Commission (CAC), anjing tidak termasuk hewan potong untuk dikonsumsi manusia. Anjing termasuk kategori hewan kesayangan atau pet animal. Apabila daging anjing dikonsumsi oleh manusia, menurut OIE dan CAC dianggap melanggar prinsip kesejahteraan hewan atau animal welfare.
Kami, Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Garda Satwa Indonesia (GSI), Animal Friends Jogja (AFJ) bersama masyarakat peduli satwa mengutuk aktivitas bisnis ini bukan tanpa alasan. Inilah yang terjadi pada anjing-anjing yang akan dikonsumsi tersebut yang kami kutip dari tulisan kesaksian salah satu warga peduli satwa tentang kekejian di balik aktivitas bisnis daging anjing untuk konsumsi:
“Sejak berangkat tubuh mereka disekap dalam karung dan moncongnya dibebat erat rafia. Sebetulnya inilah akhir langkah mereka sebagai mahluk hidup. Karena mereka tidak akan pernah lagi mencecap makanan, sekalipun rempahan kerupuk, dan hanya minum dari guyuran air sungai atau tetesan hujan atas kebaikan sopir truk dan awaknya yang tidak akan membiarkannya menjadi bangkai di tengah perjalanan panjang. Mereka baru akan lepas dari bagor dan rafianya setelah melepas nyawa.
Tiba di tujuan mereka diturunkan dari truk dengan digajuli atau dilempar satu per satu seperti karungan sampah. Sebuah kamar pengap menyekap mereka. Tak ada makanan, tak ada air. Mereka hanya saling menatap dan mendengarkan tangis. Tangis diri mereka sendiri-sendiri. Karena suara yang tertahan di kerongkongan hanya akan terjun ke dalam, ke batin.
Mereka menangis sebab divonis tak berguna. Mereka akan memberikan lebih dari yang sudah pernah dilakukannya untuk manusia jika dianugerahi kesempatan. Tapi orang-orang di sekeliling mereka mengharap kalkulasi yang eksak: bathi, keuntungan. Itu sebabnya tak ada secuilpun makanan untuk mereka, karena akan mencuil laba.
Seusai order para pedagang, penjagal akan mengeluarkan kelompok demi kelompok. Dan satu demi satu dihajar pukulan batang kayu tepat di kepala. Di hadapan teman-temannya yang menunggu hitungan. Entah mati entah pingsan, penjagal dengan dingin memutuskan leher dan semangat hidupnya.
Ayam, kambing, dan sapi lebih beruntung karena Dinas Peternakan selalu memantau dan menjaga kondisinya sebelum diserahkannya tubuhnya untuk kebutuhan manusia. Sebagian orang yang bekerja untuk kebutuhan itupun masih mengucap syukur saat melakukan tugasnya. Bahkan ada yang mengelus punggungnya dan menepuk-nepuk kepalanya sebagai ungkapan terimakasih. Anjing-anjing ini dilibas dengan keji seolah mereka bukan ciptaan Tuhan.”
Metode memasok anjing untuk dagingnya bervariasi di negara-negara yang berbeda dan di antara propinsi. Namun, di seluruh Asia, anjing untuk diambil dagingnya biasanya diperoleh dari jalanan (dicuri/hewan peliharaan yang tidak lagi diinginkan atau terlantar dan tidak ada pemiliknya) atau dipasok dari peternakan anjing berskaal besar seperti yang ada di Bandung.
Di sebagian besar negara di Asia termasuk Indonesia, rabies bersifat endemik di kalangan populasi anjing dan anjing yang dikumpulkan dari jalanan yang tidak diketahui penyakit dan status vaksinasinya. Meskipun demikian, tidak dilakukan pemeriksaan, jadi anjing yang terkena rabies tak terelakkan diambil bersama dengan yang lain dan dibunuh untuk dagingnya. Riset menunjukkan bahwa memasok, menernakkan, mengangkut, memotong, dan mengonsumsi anjing-anjing dalam skala besar memungkinkan pemencaran yang cepat dan luasnya kisaran rabies dan penyakit-penyakit lainnya, seperti kolera dan trikinelosis.
Pada tahun 2008, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti perdagangan anjing untuk konsumsi manusia sebagai faktor kontributif terhadap penyebaran rabies di Indonesia, karena perdagangan tersebut mendorong hewan ini dari berbagai sumber untuk diangkut antar pulau. Pengangkutan jarak jauh dan dalam jumlah besar dari anjing-anjing ini yang dibunuh untuk daging mereka juga dikaitkan dengan berjangkitnya rabies di Tiongkok (China) dan Vietnam. Risiko besar lainnya adalah penyebaran penyakit-penyakit lain mengingat anjing-anjing itu berada dalam kondisi yang parah, menempuh perjalanan dalam keadaan yang mengerikan dan membawa penyakit seperti parvo atau distemper yang disebabkan oleh keadaan yang memprihatinkan yang dialami oleh anjing-anjing itu.
Mengetahui fakta kekejaman yang terjadi di dalam praktik-praktik dalam perdagangan daging anjing untuk konsumsi dan isu-isu kesehatan yang menyertainya, JAAN-GSI-AFJ sebagai organisasi pemerhati satwa sekaligus warga negara Indonesia memohon kepada Gubernur DKI Jakarta, Gubernur DIY dan Menteri Pertanian Republik Indonesia sebagai para pemangku kebijakan dan pengambil keputusan di suatu negara yang berdaulat untuk menghentikan dan mengilegalkan perdagangan daging anjing untuk konsumsi di Indonesia.
Mencintai satwa dan memperlakukan mereka dengan manusiawi merupakan tirakat tersendiri bagi masyarakat Indonesia sebagai salah satu penjaga ketenteraman hidup. Indonesia akan menjadi lebih sejuk dan terberkati dengan kasih yang diberikan pada satwa.
The greatness of a nation and its moral progress can be judged by the way its animals are treated.
(Mahatma Gandhi)
Untuk: Jokowi, Sri Sultan HB X, Suswono Sri Sultan HB X Suswono Stop dan Ilegalkan Perdagangan Daging Anjing untuk Konsumsi di Indonesia
Salam, [Nama Anda]
Saya pernah ingat teman dekat saya dulu pernah ngomong gini, "Dari kecil kau rawat, kasi makan, sayang2, trus waktu mau kau potong, kau panggil dan anjing itu datang dengan ekor goyang2. Masi tegakah kau memotongnya??" AYO Stop dan Ilegalkan Perdagangan Daging Anjing untuk Konsumsi di Indonesia.
Sumber : change.org
Semoga bermanfaat.
Salam.
IT.
Post a Comment